Thursday, May 31, 2012

Rainbow cake

Gue jadi inget, dulu itu lumayan sering ujan tapi matahari masih tetep bersinar dengan terang. Ujannya juga lumayan deres lagi. Dan setelah ujan berenti, matahari pun masih tetep bersinar dengan terang, tetapi beberapa bagian Jakarta pun basah. Jalanan basah, rumah basah, pohon basah, orang orang pun juga ada yang basah. Di beberapa bagian jalan, terdapat genangan genangan air bekas air ujan. Genangan yang besar maupun kecil, yang agak dalem maupun yang cetek.

Setelah ujanpun reda dan matahari masih tetap bersinar dengan cerah, gue mengharapkan adanya pelangi. Kan, biasanya pelangi itu muncul setelah ujan dan saat matahari sedang bersinar. Tapi ternyata pelangi itu gak muncul. Di genangan genangan air  yang ada di depan rumah yang biasanya membentuk pelangi pelangi absurd dan  kecil juga gak terbentuk sama sekali. Di jalanan jalanan yang basah pun cuma terpantul sinar matahari, tapi gak ada pelanginya.

Setau gue, pelangi itu bisa terbentuk karena adanya pembiasan cahaya matahari sama air, ya gak? (Tolong betulkan kalo gue salah.) Dua komponen penting untuk terbentuknya pelangi udah ada, kenapa pelanginya gak muncul juga? Ada air ada matahari, tapi kenapa keduanya gak bisa menyatu dan membentuk sebuah pelangi yang walaupun kecil, tapi tetap indah dipandang?

Ada tangis, ada cahaya.
Pelangi munculkanlah dirimu, tanpamu aku kopong.

Tuesday, May 22, 2012

"Aku begitu terpesona hingga tanpa sadar hanya mengejar bayang bayang. Aku menghabiskan waktu dan tenaga untuk mendongak sampai lupa kemampuan diriku sendiri. Aku bahkan mengabaikan suara lirih di dasar hatiku. Aku buta dan tuli. Dan disuatu titik akhirnya tersungkur. Saat itulah aku mulai bertanya tanya: Apakah dengan menjadi seperti dia, aku pun akan dicintai?"

Monday, May 21, 2012

Spasi

Seindah apa pun huruf terukir, dapatkan ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?

Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang? Kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan, tapi ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu.

Napas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi. Darah mengalir deras dengan jantung yang tak dipakai dua kali. Jiwa tidaklah dibelah, tapi bersua dengan jiwa lain yang searah. Jadi, jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.

Mari berkelana dengan rapat tapi tak dibebat. Janganlah saling membendung apabila tak ingi tersandung.

Pegang tanganku, tapi jangan terlalu eratm karena aku ingin seiring dan bukan digiring.




(Diambil dari buku Filosofi Kopi: Kumpulan cerita dan prosa satu dekade, karya Dewi Lestari.)