Monday, November 18, 2013

kangen.

Selamat sore teman lama. Maaf sudah berbulan bulan saya tidak menjamahmu, hanya sekilas menengok saja juga tidak.

Tidak, bukannya saya melupakan eksistensimu. Tapi, ironisnya, semakin saya sendiri semakin saya merindukanmu, dan temanmu itu si buku kuning. Tapi setelah akhirnya ada pihak ketiga yang menengahi hubungan saya dan kamu, kamu dan si buku kuning itu hanya berada di sudut meja. Tak tersentuh, tak terlihat.

Maafkan saya, kawan lama.

Maaf jika kamu merasa bahwa kamu hanya berada di sudut yang tak terlihat oleh mata, tenggelam diantara barang-barang lama yang tak tersentuh dan hilang. Bukan, bukan hilang secara harafiah. Tapi hilang dalam diam, menunggu untuk ditemukan. Tapi tidak, bukan maksud saya untuk menggantikan kamu begitu saja.

Toh pada akhirnya saya berlari lagi ke tempat awal saya memulai. Tanpa tujuan tanpa harapan. Tanpa maksud tanpa sebab.

Karena memilikimu seperti meneguk secangkir teh panas tanpa gula pada dinginnya malam hari. Pahit memang, tapi menghasilkan candu di otak. Mungkin saja bukan pahit yang saya inginkan, tapi kehangatannya dalam setiap tegukan. Di dalam teh panas ini saya seduh rindu-rindu yang tidak pernah hilang. Mencoba mendapatkan kehangatan abadi dalam dinginnya malam, melalui tetesan tetesan harapan yang mengepul di atasnya. 

Yah, mungkin saja bukannya saya yang kehabisan kata. Mungkin saya yang hilang dalam diam, hanya menunggu untuk ditemukan.